perubahan sosial pada masyarakat Jawa
Nama : Retno Amar Mandandari
NIM : 3401415047
Prodi : Pendidikan Sosiologi
Tugas
Mata Kuliah Struktur Masyarakat Jawa
Perubahan
Sosial Pada Masyarakat Jawa
Sebagai seorang makhluk yang
terus mencari dan berusaha menyempurnakan dirinya, manusia terus berjuang dan
berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapat bertahan hidup. Perjuangan
memenuhi kebutuhan hidup tersebut telah memotivasi manusia untuk menggunkan
akal budinya secara maksimal dimanapun mereka berada sehingga tidak menutup
kemungkinan bahwa manusia tersebut terus melakukan perubahan-perubahan dalam
hidupnya.
Pada umumnya setiap
masyarakat akan mengalami suatu perubahan dan perubahan tersebut terjadi dari
waktu ke waktu. Perubahan tersebut dapat terjadi dalam berbagai bidang
kehidupan, misalnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun perubahan
yang berkaitan dengan kebudayaan.Perubahan yang terjadi dalam bidang sosial
pada suatu masyarakat sering dikenal dengan istilah perubahan sosial.
Perubahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat Jawa dipengaruhi oleh beberapa factor yang mendorong
untuk memenuhi kebutuhan mereka.Dorongan naluriah itulah yang memaksa mereka
untuk mencari segala sesuatu untuk dapat memenuhi kebutuhannya tanpa dibatasi
ruang dan waktu. Proses perpindahan penduduk sekelompok manusia dari satu
tempat ke tempat lain adalah proses yang alamiah. Perpindahan tersebut adalah
dinamika manusia untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam
pemenuhan kebutuhan naluriahnya.
Teori perubahan sosial
dikemukakan oleh para ahli dengan pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
sudut pandang masing-masing.Terlepas dari perbedaan pandangan, beberapa ahli
sepakat bahwa perubahan sosial terkait dengan msaarakat dan kebudayaan serta
dinamika dari keduanya.
Ogburn tidak memberi
definisi mengenai perubahan sosial tersebut melainkan memberi pengertian
tertentu tentang perubahan-perubahan sosial itu.Ogburn mengemukakan bahwa ruang
lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsure-unsur kebudayaan baik yang
meterial maupun yang non material. Yang ditekankan adalah pengaruh besar
unsure-unsur kebudayaan material terhadap unsure-unsur non material (Soekanto,1990).
Ogburn sebenarnya mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial terkait dengan
unsure-unsur fisik dan rohaniah manusia akibat pertautannya dengan dinamika
manusia sebagai suatu totalitas.Perubahan yang bersifat rohaniah seperti pola
pikir, pola sikap, dan pola tingkah lakuk manusia yang lebih besar dipengaruhi
oleh perubahan-perubahan kebudayaan yang bersifat non material.
Pengertian perubahan sosial
juga dikemukakan oleh Gillin dan Gillin. Kedua ahli tersebut mengatakan bahwa
perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang
telah diterima, baik menyangkut tentang cara ia hidup, keadaan alam, cara ia
berkebudayaan, dinamika kependudukan maupun filsafat hidup yang dianutnya
setelah ia menemukan hal-hal baru dalam kehidupannya.
Pendapat yang dikemukakan
Gillin dan Gillin hampir mirip dengan pendapat yang telah dikemukakan oleh
Koenig yang mengatakan bahwa perubahan sosial merujuk pada
modifikasi-modifikasi yang terjadi alam pola-pola kehidupan manusia.
Urbanisasi
merupakan bagian dari kompleksitas perubahan-perubahan sosial yang telah
dikemukakan oleh Ogburn, Gillin dan Gillindi atas. Factor-faktor yang mendorong
seseorang untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain adalah
kondisi-kondisi ekonomi, letak geografis, temuan-temuan baru, dan lain-lain.Tekanan-tekanan
ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Jawa ialah tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan pokok mereka seperti sandang, pangan, dan papan. Sedangkan
di kota memiliki daya tarik bagi masyarakat desa untuk berpindah ke kota.
Koenig mendefinisikan perubahan sosial sebagai modifikasi yang terjadi dalam
pola-pola kehidupan manusia, termasuk dalam terminologi urbanisasi atau
perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Oleh
sebab itu, terjadi perubahan pola kehidupan kota mempengaruhi pola kehidupan
desa. Artinya dalam hubungan timbal balik, masuknya budaya kota ke desa atau
sebaliknya adalah sebagai akibat dari kemajuan komunikasi, trasportasi, dan
ilmu pengetahuan serta teknologi, pola kehidupan masyarakat desa dan kota
mengalami modifikasi yang sangat signifikan. Misalnya saja peralihan pekerjaan
masyarakat desa yang awalnya petani beralih ke sector industry atau karyawan
pabrik yang mengubah sikap dan tingkah laku orang desa tersebut. Di kota mereka
mengenal berbagai kemajuan yang sebelumnya
belum mereka ketahui saat berada di desa. Di kota mereka beradaptasi,
mengalami berbagai banyak hal tentang cara dan gaya hidup kota dan pada
akhirnya semua ideology kota terinternalisasikan dalam dirinya melalui proses
yang oleh Trade disebut dengan imitation process ( proses peniruan). Mereka
mengikuti hal-hal yang positif dan kemudian bisa mempengaruhi sikap hidupnya
(misalnya dari sebelumnya mereka bersikap lamban dan malas menjadi rajin dan
cekatan dalam bekerja sesuai dengan kondisi hidup di kota) atau meniru hal-hal
yang negative. Karena desakan ekonomi dan pergaulan kota yang keras tidak
sedikit mereka yang dari desa meniru hal-hal negative seperti menjadi pencopet,
penjahat, pemakai narkoba, dan lain-lain.
Selo
Soemardjan, seorang sosiologi Indonesia melihat perubahan sosial itu dari kaca
mata perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat.
Perubahan tersebut mempengaruhi system sosialnya termasuk di dalam nilai-nilai,
sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut
Soemardjan, pengertian perubahan sosial tidak jauh berbeda dengan Kingsley
Davis yang mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang
terjadi di antara kelompok-kelompok (Soekanto,1990). Jika struktur masyarakat
berubah maka fungsi, peran, pola pikir, dan pola sikap masyarakat pun juga ikut
berubah. Pengertian perubahan sosial menurut Soemardjan dan Kingsley Davis ini
erat sekali dengan pandangan klasik Durkheim (Kamanto,2000) mengenai
perkembangan masyarakat dari system yang berkarakteristik mekanik (yang penuh
dengan kekeluargaan, keintiman, masing-masing orang dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain, belum terspesialisasi pekerjaan,
adanya kesadaran kolektif bersama) ke system masyarakat yang berkarakteristik
organik. Masyarakat organic sudah maju dimana setiap orang bekerja telah sesuai
dengan keahliannya dan saling bergantung satu dengan yang lain. Adanya norma
hukum yang telah disepakati, terbentuknya ikatan-ikatan atas dasar profesi atau
pekerjaan, hubungan antara manusia berdasarkan kepentingan, dan sebagainya.
Durkheim
berpendapat hampir sama dengan Ferdinand Tonnies mengenai bentuk masyarakat
Gemeinschaft dan Gesselschaft di mana yang pertama dicirikan oleh adanya
keintiman, persaudaraan sosial yang erat, adanya ikatan emosional yang kuat,
sedangkan yang kedua lebih dicirikan oleh adanya kepentingan, tidak adanya
ikatan emosional, segala sesuatu berdasarkan atas rasio, hubungan sosial
menjadi longgar dan sebagainya. Masyarakat Gemeinschaft lebih kepada masyarakat
tradisional yang belum maju, sedangkan Gesselschaft lebih untuk masyarakat
perkotaan yang sudah maju dan terbuka.Perubahan struktur masyarakat dari
mekanik (gemeinschaft) ke organic (gesselschaft) yang dapat mengubah pola
pikir, sikap, dan tingkah laku seseorang. Soemardjan dan Davis lebih menekankan
pada perubahan struktur kelembagaan dalalm masyarakat yang mempengaruhi system
sosialnya dan juga perubahan system kemasyarakatan dari pola mekanik menjadi
organiknya Durkheim atau perubahan dari Gemeinschaft manjadi Gesselschaftnya
Ferdinand Tonnies merupakan gejala perubahan sosial pada perpindahan penduduk
dari desa ke kota.
Kemajuan
komunikasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbagai informasi yang masuk
ke desa mampu mengubah struktur kelembagaan dan system sosial desa karena
lambat laun akan berubah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan
pengaruh-pengaruh dari luar. Orang desa yang berpindah (urbanisasi) ke kota dan
menetap sudah terkikis dari kebudayaan desanya. Mereka mengalami proses
peleburan (melting pot) dengan budaya dan gaya hidup kota, mereka mengalami
adaptasi dan asimilasi denan nilai-nilai kota (Jelamu,1999).
Rasa
persaudaraan dalam hubungan sosial seperti di desa menjadi sirna bahkan hilang.
Mereka tidak lagi diikat oleh kesadaran bersama ( collective consciousness) seperti
ketika tinggal di desa.Solidaritas dan norma-norma kehidupan perlahan-lahan
akan berubah bahkan hilang. Mereka akan hidup dalam dunia baru, dunia kota
dengan segala atributnya. Mereka beralih dari pola sikap dan cara hidup yang
sebelumnya makanik dan Gemeinschaft menjadi organic dan Gesselschaft.
Proses
perubahan struktur ini terjadi proses peniruan (imitation process). Sebagian
masyarakat desa yang beruntung dan memiliki akses untuk mengambil bagian dalam
kepemilikan berbagai sumber daya yang tersedia di kota secara perlahan
menyesuaikan diri dengan style kota, contohnya seperti gaya berpakaian, cara
bergaul, pola mengkonsumsi makanan, dan sebagainya. Mereka berusaha menyamai
gaya hidup masyarakat kota bahkan dengan berbagai macam pengorbanan yang mereka
keluarkan seperti membeli rumah, mobil, masuk ke tempat rekreasi, nonton film,
dan lain-lain. Perubahan struktur, system sosial, sikap, dan bergaya lama
menjadi gaya baru merupakan elemen-elemen perubahan sosial kemasyarakatan baik
yang dilakukan secara individual maupun bersama-sama dalam system sosial.
Namun
di pihak lain, tidak semua warga desa yang pindah ke kota memiliki nasib yang
untung. Sebagaian besar dari mereka bahkan sengsara bila dibandingkan ketika
tinggal di desanya. Untuk mereka yang tidak memiliki kualitas sumber daya
manusia yang cukup sebagaimana yang dituntut dalam kehidupan perkotaan, proses
perubahan dari mekanik menjadi organic, gemeinschaft menjadi gesselschaft akan
menimbulkan culture shock yang akan membawa efek-efek psikologis yang besar.
Ketidaksiapan mental dalam menghadapi budaya hidup di kota yang serba cepat,
penuh persaingan dan kompetisi akan menimbulkan konflik-konflik batin yang
menyebabkan stress bahkan gila. Akibatnya mereka menjadi warga kota sebagai
kaum yang terpinggirkan. Menjadi pengangguran yang semakin miskin dan menambah
jumlah pengangguran yang sebelumnya sudah ada di kota.
Sumber: Jurnal milik Jelamu Ardu Marius Penyuluhan Kajian
Analitik Perbahan Sosial, September 2006
volume.2, No.2 halaman 125-132 (Repository.ipb.ac.id)
Komentar
Posting Komentar