PEMBANGUNAN DAN PERTANIAN
Antropologi Pembangunan
DAMPAK PROGRAM PEMERINTAH
“KELOMPOK WANITA TANI (KWT)” DALAM PEMBANGUNAN DISEKTOR PERTANIAN
Latar Belakang
Pembangunan pada hakikatnya adalah suatu proses
penalaran dalam rangka menciptakan kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam hal
ini, pembangunan tidak dapat dihentikan
karena pada dasarnya manusia senantiasa dipenuhi dengan keinginan untuk berubah
demi kelangsungan hidupnya. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa dalam
pembangunan, tidak hanya berupa pembangunan fisik atau material melainkan juga
meliputi perubahan sikap masyarakat. Inti dari pembangunan adalah perubahan ke
arah yang lebih baik dan lebih maju dari yang sebelumnya.
Di Indonesia, pembangunan nasional sebagai wujud dalam
pengamalan Pancasila dan UUD 1945, berupa pembangunan manusia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
sangat dilibatkan dalam program pembangunan berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan merupakan pembangunan yang telah direncanakan di segala bidang
untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan
daya dukung dan daya tampung lingkungan serta untuk memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang,
sehingga menunjang kehidupan bernegara. Untuk menyikapi hal tersebut,
pemerintah menetapkan kebijakan pembangunan melalui pembinaan katahanan dan
kesejahteraan dengan meningkatkan kualitas masyarakat. Masyarakat sebagai modal
terbesar dan menjadi salah satu factor yang dominan dalam penggerak pembangunan
berkelanjutan ini maka masyarakat harus menjadi titik tolak di dalamnya
(Jamaludin, 2016).
Ruang lingkup
pembangunan terdiri dari beberapa bidang seperti pembangunan ekonomi, politik, sosial, pendidikan,
pertanian, agraria, pertambangan dan sebagainya. Di bidang pertanian khususnya
di Indonesia, pertanian menjadi dominan dalam menyokong pembangunan. Indonesia
disebut-sebut sebagai negara agraris dengan mengandalkan sektor pertanian
sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sehingga
dapat dikatakan apabila pertanian menjadi salah satu sektor yang sangat dominan
dalam pendapatan masyarakat Indonesia karena mayoritas penduduk bekerja di
sektor pertanian ( Sasongko, 2013).
Era globalisasi yang terjadi saat ini menjadi
tantangan sekaligus peluang di sektor pertanian untuk berkembang lebih cepat
dan sebagai tantangan untuk selalu memiliki keunggulan daya saing dan
kemandirian. Untuk itu, pembangunan pertanian dianggap penting dalam
pembangunan nasional karena pembangunan pertanian memiliki prospek yang cukup
besar terkait dengan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Segala bentuk
implikasi dari pembangunan berkelanjutan di sektor pertanian yang melibatkan
masyarakat Indonesia tentunya memberikan pengaruh positif maupun negative.
Dalam pembahasan kali ini, penulis lebih akan melihat bagaimana dampak positif
dari pembangunan di sektor pertanian terhadap masyarakat Indonesia.
Pembahasan
Pembangunan di Indonesia
Pembangunan yang telah dilaksanakan
di Indonesia selama ini lebih berorientasi kepada peretumbuhan dengan
karakteristik berupa perluasan pengembangan teknologi dan pembangunan
infrastructural dalam meningkatkan produksi, dan hasilnya masih belum berhasil
untuk mewujudkan pembangunan bottom-up.
Sebaliknya, justru menimbulkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin,
ketidakadilan dalam penguasaan dan akses dalam bidan ekonomi serta pemerataan
hasil pembangunan (Jamaludin, 2016). Kegagalan yang terjadi melatarbelakangi
spekulasi bahwa rakyat diposisikan sebagai objek bukan sebagai subjek
pembangunan (Tjokrowinoto, 1999:217 dalam Jamaludin, 2016: 20). Hal tersebut
bisa menjadi penyebab mengapa rakyat menjadi ketergantungan terhadap pemerintah
dalam melindungi, menyelamatkan, dan menyejahterakan kehidupannya sendiri.
Dampak buruk selanjutnya, masyarakat tidak akan memiliki daya juang yang kuat
dalam memecahkan permasalahan ataupun menumbuhkan partisipasi dalam pembangunan
yang berkelanjutan.
Kendala-kendala yang dapat
menghambat pembangunan berkelanjutan yang berasal dari masyarakat Indonesia
sendiri memunculkan paradigma people
centered development. Pemikiran dalam paradigm tersebut telah memikirkan
tentang melibatkan masyarakat ke dalam pembangunan berkelanjutan. Menurut
Korten (dalam Jamaludin, 2016:22) paradigma ini dapat memberikan tempat yang
penting bagi prakarsa dan keragaman local, dan menekankan pentingnya masyarakat
local yang mandiri. Dengan kata lain, terjadi reorientasi dimana pada awalnya,
masyarakat menjadi objek dalam pembangunan kemudian dalam paradigm People centered development tersebut,
masyarakat menjadi subjek dari pembangunan. Masyarakat menjadi actor
pembangunan dalam menciptakan kemandiriannya. Dengan ini akan mampu menciptakan
kekuatan dalam merencanakan, merumuskan, dan melaksanakan pembangunan sesuai
dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Peningkatan partisipasi oleh
masyarakat tentunya akan mengubah model pembangunan yang awalnya top-down
menjadi botton-up sehingga masyarakat memiliki keterlibatan dalam pergerakan pembangunan
di Indonesia.
Dalam komponen dasar pembangunan terdapat tiga
komponen yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis untuk
memahami makna pembangunan yang sebenarnya. Ketiga hal tersebut merupakan nilai
pokok atau tujuan yang harus dicapai dan diperoleh setiap orang dalam melalui
proses pembangunan. Komponen pertama, kecukupan, yaitu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar. Segala macam kebutuhan manusia seperti pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keamanan haruslah dipenuhi secara keseluruhan. Hal itu dapat
menjadi salah satu indicator keberhasilan dari pembangunan tersebut. Kedua,
jati diri dan harga diri sebagai manusia. Adanya dorongan untuk menjadi lebih
maju, menghargai diri sendiri, merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu
terkandung di dalam jati diri. Ketiga, kebebasan diri dari perbudakan,
kebebasan ini diartikan secara luas sebagai kemampuan berdiri tegak sehingga
tidak diperbudak dan ketergantungan dengan pihak lain.
Dampak Positif Program
Kelompok Wanita Tani Dalam Upaya
Pembangunan Nasional di Sektor Pertanian
Keterkaitannya dengan pembangunan
berkelanjutan, menurut Jhingan (2000)
(dalam Sasongko, 2013) terdapat beberapa bentuk kontribusi sektor
pertanian terhadap pertumbuhan dan pembangunan nasional yaitu: menyediakan
surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat,
meningkatkan permintaan akan produk industry dan dengan demikian mendorong
keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier, menyediakan tambahan
penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui
ekspor hasil pertanian secara terus-menerus, dan memperbaiki kesejahteraan
penduduk desa. Dalam pembangunan pertanian di Indonesia menjadi sangat penting
jika dilihat dari potensi sumber daya alam yang tersedia sangat besar dan
beragam, sumbangsih terhadap pendapatan
nasional cukup mendongkrak devisa negara, dan besarnya penduduk yang
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, dan menjadi basis dalam
pertumbuhan ekonomi negara. Kontribusi terhadap devisa dalam pertanian dapat
melalui peningkatan ekspor atau pengurangan tingkat ketergantungan terhadap
impor atas komoditi pertanian.
Untuk mencapai tujuan dalam pembangunan di sektor
pertanian, sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menjalankan pembangunan di sektor pertanian adalah terbentuknya kelompok tani,
dan dalam pembahasan kali ini akan lebih dikhususkan pada Kelompok Wanita Tani
(KWT). Kelompok tani secara tidak langsung dapat dipergunakan sebagai salah
satu usaha untuk meningkatkan produktivitas usaha tani melalui pengelolaan
usaha tani secara bersamaan. Dengan adanya Kelompok Wanita Tani tersebut, maka
para petani-petani dapat saling belajar mengenai pemecahan masalah-masalah
dalam pertaniaannya yang berupa pemenuhan sarana produksi pertanian, teknis
produksi, dan pemasaran hasil (Mayasari dan Nangameka,2013).
Kelompok Wanita Tani yang berada di
Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri ini belum
berdiri lama. Kelompok Wanita Tani ini focus pada usaha membentuk dan mendukung
kelompok tani perempuan yang bekerja sama untuk menanam sayuran di kebun atau
di pekarangan. Hasilnya dapat digunakan sendiri ataupun dijual. Salah satu
kekuatan dari KWT adalah kemampunya untuk memberikan dampak positif pada
kehidupan sosial anggotanya, dan manfaat lanjutan bagi komunitas desa
(Strempel, 2011). Dalam hal ini KWT menjadi salah satu bukti bahwa dalam
keseteraan gender dalam pembangunan, perempuan telah dilibatkan dalam program
pembangunan. Di dalam masyarakat, perempuan disubordinasikan karena konstruksi
yang telah dibangun memposisikan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Di
dalam 2lkonteks ini, program KWT berfungsi dalam usaha memberdayakan perempuan
dan meningkatkan produktivitas perempuan di bidang pertanian.
Peranan pertanian sebagai penyedia
pangan masyarakat dilihat dari program KWT tidak hanya berdampak positif
terhadap pemberdayaan perempuan yang telah dilibatkan dalam pembangunan, tetapi
juga dapat menyumbang perberdayaan ekonomi dengan cara mendorong perempuan
mencapai kemandirian ekonomi. Aspek-aspek positif lain yang dipandang penting dari
KWT ini adalah pelatihan dalam bidang manajemen bisnis; pengembangan kemampuan
baca dan pendidikan pada umumnya; pedoman mengenai bagaimana menyeimbangkan
tanggungjawab keluarga dan pekerjaan; dialog mengenai masalah-masalah sosial
dan politik, termasuk hak-hak wanita dan masalah-masalah yang dihadapi
komunitas; pengalaman dalam pengambilan keputusan, dan; pengembangan
kepemilikan oleh perempuan, pengawasan dan keikutsertaan dalam pengelolaan
kekuasaan (UNFPA, 2007 dalam Strempel, 2013). Kaitannya dalam pembangunan
berkelanjutan, pembangunan pertanian diarahkan pada pemberantasan kemiskinan
(Jamaludin, 2016). Melalui KWT, tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut dapat
dirasakan, pasalnya dampak dari KWT salah satunya adalah swasembada pangan
sehingga kita dapat lepas dari ketergantungan pihak-pihak asing (import bahan
pangan) serta membantu dalam pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga.
Penutup
Simpulan
Pertanian memiliki kontribusi yang besar terhadap
pembangunan di Indonesia. Hal tersebut mengingat bahwa Indonesia merupakan
negara agraris, dimana mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidupnya di
sektor pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
mewujudkan pembangunan yang bermula dari lini terbawah ke atas (bottom-up) yang
diutamakan di desa-desa, terbentuklah suatu kelompok usaha tani. Kelompok usaha
tani yang ditujukan oleh kaum wanita atau disebut dengan Kelompok Wanita Tani
(KWT) ini memiliki pengaruh terhadap pembangunan di sektor pertanian. Dalam
pelaksanaannya, KWT telah melibatkan kaum wanita dalam proses pengelolaan
sampai pada tahap pemasaran. Hal ini membuktikan bahwa perempuan tidak lagi
dipandang sebelah mata karena dalam program KWT ini perempuan telah
diberdayakan. Selain memberdayakan kaum perempuan, KWT ini mampu
menyejahterakan anggota karena hasil dari menanam dapat digunakan oleh seluruh
anggota KWT ataupun dijual untuk menambah penghasilan keluarga.
Dalam konteks ini juga, upaya yang dilakukan oleh
pemerintah juga sudah mewujudkan bahwa pembangunan berkelanjutan (sustainable development) harus
melibatkan seluruh masyarakat. Masyarakat tidak lagi menjadi objek pembangunan
tetapi telah mendapatkan posisinya sebagai subjek dalam pembangunan. Hal
tersebut dilakukan demi keberhasilan untuk mencapai pembangunan nasional sesuai
dengan pengalaman Pancasila dan juga UUD 1945.
Daftar Pustaka
Jamaludin, Adon Nasrullah.2016.Sosiologi Pembangunan.Bandung:Pustaka
Setia.
Mayasari, Fitri, dan Yohanes
Nangameka.2013.Pengaruh Keberadaan
Kelompok Tani Terhadap Pendapatan Usaha Tani Tembakau.Jawa Timur
Sasono, Andrian Tri.2013.Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian
Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh.Bogor:IPB
Strempel, Anna.2011.Penilaian Kebutuhan Proyek Untuk Perempuan
Aceh di bidang Pertanian.Aceh:Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NAD
(BPTP).
Komentar
Posting Komentar