hubungan patron-klien dalam bidang pertanian
Nama : Retno Amar Mandandari
Nim : 3401415047
Rombel : 2
Makul : Sosiologi Politik
Tugas Pengganti Ulangan Tengah
Semester
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris
yang artinya dalam sektor pertanian memiliki peranan penting dari keseluruhan
perekonomian nasional. Kondisi tersebut dapat dibuktikan dari jumalh penduduk
yang mengandalkan hidupnya bekerja pada sektor pertanian atau dari produk
nasional yang berasal dari pertanian (Sunarti 1990:11). Berdasarkan Statistic Lahan
Pertanian Indonesia tahun 2009-2013, Indonesia memiliki lahan pertanian mencapai
8,112,103.00 ha. Dengan luas wilayah pertanian di Indonesia tersebut tidak
dapat dipungkiri bahwa pertanian mempunyai peranan penting dan dapat memberi
motivasi kepada masyarakat khususnya pedesaan yang banyak terdapat lahan
pertanian untuk dijadikan sumber produksi.
Para
petani berupaya untuk dapat memiliki lahan pertanian sendiri baik di wilayah
tempat tinggalnya maupun di luar desanya. Dengan memiliki lahan pertanian
tersebut harapannya dapat memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Akan
tetapi keadaan tersebut tidak dapat dirasakan oleh semua petani di Indonesia,
banyak petani yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masih
banyak dijumpai para petani hanya memiliki lahan pertanian yang sempit bahkan
tidak memiliki lahan pertanian. Jika dilihat lebih dalam lagi, permasalahan
yang dihadapi oleh petani tidak hanya persoalan punya atau tidak punya lahan,
tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Untuk petani dengan lahan
pertanian yang sempit, hasil dari pertanian tersebut hanya dapat menutupi
kebutuhan pokok rumah tangga saja sehingga mereka tidak mendapatkan surplus
dari pertanian.
Kondisi
demikian kemudian membuat para petani yang tidak memiliki lahan mengerjakan
sebagian tanah milik mereka sendiri, menyewakan sebagian kecil dari tanah
mereka itu, dan menyewa tanah yang lain bahkan banyak dijumpai para petani yang
mengerjakan lahan milik orang lain (sebagai tenaga upahan). Dalam kehidupan
para petani sebagai buruh tidak terlepas dari hubungannya dengan pemilik lahan
(patron). Hubungan yang kemudian terjalin di antara buruh tani dan pemilik
lahan tidak sekadar hubungan pemilik tanah dan buruh saja tetapi lebih mendalam
lagi yang menyangkut aspek sosial kemasyarakatan (Kausar, 2011:185).
Relasi
yang terjalin anatar pemilik lahan dan buruh tani ini yang kemudian disebut
sebagai hubungan patron klien. Dalam relasi ini pemilik lahan disebut dengan
patron dan buruh upah disebut dengan klien. Hubungan antara patron dan klien
bersifat vertical, pihak pemilik lahan berada di posisi atas dan pihak buruh
tani berada di kelas bawah. Maka tidak heran jika antara relasi patron-klien
tersebut buruh tani sering tidak diuntungkan. Hal tersebut terjadi karena
hubungan yang berat sebelah sehingga kerawanan eksploitasi terhadap buruh tani
kerap terjadi. Persoalan petani umumnya bagaikan mata rantai yang tidak ada
putusnya, adanya ketimpangan-ketimpangan dalam sosial-ekonomi, pasar, dan modal
menyebabkan timbulnya hubungan patron-kliendi kalangan petani.
Pembahasan
Istilah patron berasal dari bahasa
Latin “patronus” atau “pater” yang berarti ayah. Dalam Kausar dan Komar
(2011:189) istilah patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang berarti
seseorang yang memiliki kekuasaan, status, wewenang, dan pengaruh. Oleh karena
itu patron merupakan seorang yang memberikan perlindungan dan manfaat serta
mendanai dan mendukung terhadap kegiatan beberapa orang. Sedangkan klien
berarti pengikut, bawahan, atau orang yang diperintah. Konsep patron selalu
diikuti oleh konsep klien, tanpa konsep klien konsep patron tidak akan ada.
Oleh karena itu kedua istilah tersebut membentuk suatu hubungan khusus yang
disebut dengan hubungan patron-klien.
Dalam
hubungan tersebut merujuk pada suatu hubungan vertical dimana patron menduduki
posisi tinggi (superior) dan klien di posisi rendah (inferior). Patron sebagai
pihak yang superior, yang dipandang memiliki kemampuan yang lebih besar dalam
menguasai sumber daya dan produksi, sedangkan klien tidak di sini sebagai
penyewa tanah. Di dalam hubungan patron-klien memiliki suatu hubungan
pertukaran yang khusus. Dua pihak terlibat dalam hubungan pertukaran mempunyai
kepentingan yang hanya berlaku dalam konteks hubungan mereka. Dengan kata lain,
hubungan yang terjalin antara keduanya karena suatu kepentingan yang bersifat
khusus dan bukan kepentingan yang bersifat umum. Hubungan patron-klien merupakan
suatu hubungan yang saling tergantung satu sama lain. dalam konteks ini,
hubungan yang terjalin antara keduanya sangat menarik karena dari sisi
ketergantungan dari klien terhadap patron. Pada tahap selanjutnya, klien
membalas dengan menawarkan dukungan umum danbantuan kepada patron (Scott,
1993).
Menurut
Scott dalam Kausar dan Komar Zaman (2011:189), hubungan patron-klien berawal
dari adanya pemberian barang dan jasa yang dapat dalam berbagai bentuk yang
sangat berguna atau diperlukan oleh salah satu pihak bagi pihak yang menerima
barang atau jasa berkewajiban untuk membalas pemberian tersebut. Dalam konteks
ini, patron sebagai pemilik modal, pemilik lahan/produsen yang memberikan
barang atau jasa kepada klien sebagai bawahan, penyewa, dan penerima barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Kemudian dalam hubungan tersebut barang yang
harus dipertukarkan harus seimbang. Hal ini dapat diartikan bahwa reward yang
dipertukarkan seharusnya kurang lebih sama nilainya dalam jangka panjang atau
jangka pendek.
Upaya-upaya
yang dilakukan oleh patron untuk menjalin hubungan baik dengan klien yaitu
dengan menunjukkan kedermawanannya terhadap klien. Dengan sikap yang dermawan
makan seorang klien akan merasa nyaman dan merasa ada hutang budi dengan patron
(Rustinsyah, 2011:179). David Greaber dalam bukunya yang berjudul Debt
menyatakan bahwa memberi adalah menguasai. Hal tersebut jika dilihat dalam
relasi patron dan klien, di mana patron memberikan sesuatu berupa barang atau
jasa kepada klien tersebut maka secara tidak langsung si klien akan dikuasai
oleh patron. Sehingga dalam hubungan keduanya klien tetap terus berada di bawah
patron dan dikuasai oleh patron. Begitu pula terjadi antara tengkulak dan
petani, di mana tengkulak sebagai patron dan petani sebagai klien. Hubungan
patron klien antara petani dan tengkulak ini tercipta karena ada ketimpangan
dalam mengakses pasar, modal, dan mendapatkan jaminan keamanan subsistensi.
Cara-cra yang dilakukan oleh patron untuk membangun relasi sosial dengan klien adalah
dengan memberi modal dan mengontrol klien agar tidak menjual hasil panen ke
pihak lain (Rustinsyah, 2011:181). Dengan kata lain, semakin besar jasa yang
diterima oleh klien yang diberikan patron maka semakin besar pula nilai yang
harus diterima oleh patron, dan dari hal tersebut akan semakin terlihat
hubungan hierarki antara patron-klien.
Hubungan
patron-klien dalam masyarakat petani merupakan suatu hubungan yang harmonis
yang menjaga kepentingan petani miskin karena pihak patron dapat memberikan
atau menyediakan kebutuhan klien. Tetapi kenyataannya justru sebaliknya, menurut
Popkin, di mana hubungan tersebut ditandai dengan hubungan eksploitatif, yang
sebenarnya lebih menguntungkan pihak patron dibandingkan klien. Hal tersebut
terjadi karena sumber daya yang diberikan oleh klien tidak hanya untuk
memperbaiki keamanan dan subsistensi klien, tetapi untuk menjaga hubungan
tersebut tetap terjalin serta menghambat keterampilan petani yang dapat berubah
keseimbangan kekuatan (Damsar:2009). Segala upaya yang diberikan patron dengan
memberikan barang atau jasa merupakan suatu usaha untuk menguasai klien. Klien
sudah dibuat untuk merasa berhutang budi sehingga untuk membalas budi dari
patron maka ia bekerja untuk patron.Hal tersebut yang selalu dijaga oleh patron
sehingga menjadikan patron selalu diposisi atas sedangkan klien di bawah.
Kesimpulan
Hubungan
patron-klien yang terjadi di bidang pertanian masih banyak ditemui terutama di
pedesaan. Dalam relasi yang mereka (patron-klien) jalin mampu menggerakkan
kegiatan ekonomi pedesaan karena khususnya patron mampu memberikan modal,
jaminan subsistensi ketikan klien menghadapi masalah misalnya seperti
kekeringan, gagal panen, dan kebutuhan keluarga yang mendesak. Patron juga
mampu membeli hasil pertanian dari para petani-petani kecil dan juga mampu
menyediakan kebutuhan input pertanian seperti pupuk kimia dan obat-obatan lainnya.
Sehingga jika dilihat sekilas maka hubungan keduanya didominasi oleh patron
sebagai pemilik modal, pemilik lahan, pemberi barang dan juga jasa. Segala
bentuk usaha yang dilakukan oleh patron dilihat dari sudut pandang yang lain
adalah untuk menguasai klien, dengan membuat klien merasa hutang budi kepada
patron maka klien akan tunduk kepada patron. Sehingga jika dilihat secara
horizontal hubungan antara kedua belah pihak hanya sebatas hubungan mitra
kerja, tetapi secara vertical cenderung menjadi hubungan atasan dan bawahan.
Relasi patron-klien dapat dikatakan ke
dalam golongan kelas-kelas sosial, di mana patron selalu berada diposisi tinggi
(superior) dan klien berada diposisi bawah (inferior). Kelas-kelas tersebut
diupayakan oleh patron dengan cara memberikan modal, jaminan subsistensi, dan
pemberian barang atau jasa yang lain yang diberikan kepada klien. Dengan cara
tersebut klien akan merasa berhutang budi kepada patron sehingga ia harus
membayar dengan nilai yang sama. Hal tersebut merupakan suatu pertukaran yang
harus digantikan.Dalam hal itu klien merasa tidak diuntungkan karena akan selalu
terikat dengan patron akibat dari rasa hutang budi tersebut, sehingga klien
sulit untuk mengembangkan kemampuannya dalam upaya pemenuhan kebutuhannya
sendir dan hanya bergantung pada patron. Persoalan terkait antara patron-klien
memang tidak ada habisnya, karena pada dasarnya kedua belah pihak saling
membutuhkan namun, dibalik itu semua terdapat dominasi yang mana pihak superior
lah manjadi pihak yang paling banyak diuntungkan.
DaftarPustaka
Kausar dan Komar Zaman.2011.Indonesian
Journal of Agricultural Economic (IJAE): Analisis Hubungan Patron-Klien (Studi
Kasus Hubungan Toke dan Petani Sawit Pola Swadaya Di Kecamatan Tambusai Utara
Kabupaten Roken Hulu). Hlm.183-200. Vol.2, Nomor 2.
Rofiuddin.2012.Hubungan Sosial Antara
Petani Dan Buruh Tani Dalam Meningkatkan Kesejahteraan.Skripsi.Universitas
Jember.
Rustinsyah.2011.Hubungan Patron Klien di
Kalangan Petani Desa Kebonrejo. Hlm.176-182.Vol.24.Nomor 2.Surabaya:Universitas
Airlangga.
Komentar
Posting Komentar